Judul
Buku : NY. Lie Tjian Tjoen, Mendahului Sang Waktu
Resensi Saya di KORAN JAKARTA, Medio: April'15 |
Pengarang : A. Bobby Pr.
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Cetakan : I, 2014
ISBN : 978-979-709-872-8
Tebal
Buku : xiv + 218
Oleh: Danang Probotanoyo
Beberapa hari lalu bangsa Indonesia
memperingati Hari Kartini. Hari yang diperingati setiap tanggal 21 April itu
merupakan hari lahir tokoh emansipasi perempuan Indonesia, yakni R.A. Kartini. Berkat
perjuangan R.A. Kartini, kaum perempuan mendapatkan hak sebagaimana kaum lelaki
khususnya di bidang pendidikan. Selain R.A. Kartini, sejatinya bangsa Indonesia
memiliki perempuan-perempuan hebat lain yang layak menjadi pahlawan di
bidangnya masing-masing. Salah satunya adalah Ny. Lien Tjian Tjoen.
Perempuan
yang terlahir dengan nama Auw Tjoei Lan pada 24 Februari 1889, di Majalengka
itu sungguh luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan. Isu-isu masa kini seperti
perlindungan anak hingga women
trafficking, nyatanya sudah menjadi concern
Ny. Lien Tjian Tjoen lebih dari seabad silam. Perjuangan Ny. Lien nyaris tidak
diketahui secara meluas dan jauh dari publikasi. Hal itu erat dengan prinsip
hidup yang dimiliki oleh Ny. Lien sendiri, yakni berjuang tanpa pamrih. Tangan
kanan menolong sebisa mungkin tangan kiri tidak mengetahuinya, itulah pedoman
hidup Ny. Lien. Pada awalnya Ny. Lien tergerak hatinya untuk memberikan
pertolongan kepada para perempuan Tiongkok yang didatangkan ke Batavia
(sekarang Jakarta) sebagai pelacur. Perjuangan kemanusiaan Ny. Lien lantas
meluas dengan menyelamatkan bayi-bayi yang dibuang orang tuanya dan juga
anak-anak terlantar.
Perjuangan Ny. Lien dalam menyelamatkan
para perempuan yang diperdagangkan tidaklah mudah. Bahkan kerap menyerempet
bahaya. Ny. Lien seringkali melakukan aksinya seorang diri dengan cara
menyatroni kapal pembawa maupun tempat-tempat penyekapan gadis-gadis malang
itu. Akibat aksi nekadnya, Ny. Lien kerap mendapatkan intimidasi. Bahkan tak
jarang para batauw (germo) dan
centeng-centengnya yang bengis menyatroni rumah Ny. Lien. Tapi itu tak
menyurutkan nyalinya. (hal. 44-55). Kepeduliannya dalam menyelamatkan
gadis-gadis Tionghoa hingga memberi mereka tempat penampungan akhirnya tersiar
luas. Beberapa waktu kemudian ada orang misterius yang meletakkan bayi di
serambi rumahnya. Ny. Lien pun merawat bayi itu dengan tulus. Lama kelamaan
semakin banyak bayi yang “dikirim” ke rumahnya, hingga menggugah Ny. Lien
mendirikan badan sosial guna menampung anak-anak malang itu. Badan sosial itu
dinamakannya Roemah Piatoe Ati Soetji (Rumah Piatu Hati Suci) pada tanggal 27
Oktober 1914 (hal 60). Tak hanya bayi yang sengaja dibuang oleh orang tuanya,
Ny. Lien pun menampung anak-anak terlantar yang ada di jalan-jalan. Ny. Lien tidak hanya memberi tempat
penampungan dan makan saja kepada para gadis, anak dan bayi terlantar itu,.
Namun mereka diberinya pendidikan, keterampilan dan kasih sayang yang tulus
(hal. 203).
Resensi Saya di KORAN JAKARTA, Medio: April'15 |
Membaca buku ini menggugah kesadaran bahwa
siapa pun bisa menjadi pahlawan bila memiliki kepedulian dan empati terhadap
orang lain yang kurang berutung. Pembaca buku ini juga menjadi tahu bahwa ada
perempuan Tionghoa yang mempelopori perjuangan memberantas woman trafficking dan perlindungan terhadap anak terlantar lebih
dari seabad silam.
Diresensi:
Danang Probotanoyo, Alumnus UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar