Resensi Saya Termuat di Kedaulatan Rakyat, Medio: Nov 2014 |
Judul
Buku : Kisah dari Hati, Koes Plus
Tonggak Industri Musik Indonesia
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Penulis : Ais Suhana
Catakan : I, 2014
Tebal
Halaman : xxv + 230
ISBN : 978-979-709-825-4
Oleh: Danang
Probotanoyo
Orang Indonesia, khususnya usia 30 tahun
ke atas, tentu sangat mengenal nama Koes Plus.
Band Koes Plus menjadi salah satu ikon dan pelopor musik Indonesia
modern. Dalam majalah Rolling Stone, November 2008, Koes Plus ada di urutan
pertama dalam 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa. Banyak lagu Koes Plus
dan Koes Bersaudara (sebelum menjadi Koes Plus) menyatu dengan nadi kehidupan masyarakat.
“Kapan-Kapan”, “Bis Kota”, “Kolam Susu”, “Cubit-Cubitan”, “Bujangan” dan “Diana”
adalah sedikit contoh lagu Koes Plus dan Koes Bersaudara yang melegenda. Apa
yang menyebabkan Koes Plus dan Koes Bersaudara sangat melegenda? Kepeloporan,
kesederhanaan dalam berkarya serta karya musik
mereka yang melintas berbagai sekat yang ada, itulah penyebabnya.
Band Koes
Plus yang dibentuk tahun 1969 merupakan kelanjutan Band
Koes Bersaudara yang dikenal pada medio 1962. Awalnya, Koes Bersaudara terdiri lima bersaudara anak Koeswojo asal Tuban, Jatim. Mereka: Koesdjono
(John Koeswojo), Koestono (Tonny Koeswojo), Koesnomo (Nomo Koewojo), Koesjono
(Yon Koeswojo) dan Koesrojo (Yok Koeswojo). Koes Bersaudara merupakan cikal bakal grup band di Indonesia. Awal tahun 60-an, musik Indonesia
diramaikan
penyanyi-penyanyi solo. Kemunculan
Koes Bersaudara menjadi oase tersendiri. Meski ada pengaruh kuat dari Kalin Twin dan The Everly Brothers, namun Tonny Koeswojo selaku inspirator serta
motor penggerak Koes Bersaudara tak serta merta menjadikan bandnya sebagai epigon. Tonny menancapkan gagasan revolusioner yang tak lazim kala itu dengan membawakan lagu karya cipta sendiri. Muncullah single evergreen
macam: Bis Sekolah, Telaga Sunyi, Dara Manisku, Angin Laut dan Pagi yang Indah, yang merajai RRI (Radio Republik Indonesia) kala itu. Koes
Bersaudara menyentak publik dan menggeser dominasi penyanyi single. Di titik itu, Koes Bersaudara menjadi band pertama yang sukses dalam rekaman. Tak lama berselang, John Koeswojo mundur karena berkonsentrasi kerja kantoran.
KR, Medio: Nov 2014 |
Kepiawaian Koes Plus yang sulit
tertandingi adalah penjelajahan mereka melintasi genre musik dan sekat sosial. Selain
berkutat di genre pop, Koes Plus tak sungkan memasuki dunia keroncong, pop
Melayu, pop Jawa hingga pop anak-anak. Mereka pun tak canggung melintasi sekat
agama. Dibuatlah album Qasidah hingga album Natal. Booming Koes Plus memunculkan kecemburuan dari berbagai pihak.
Musik Koes Plus dicap “kacangan”, sekedar mengandalkan 3 jurus (kunci). Tonny menangkis
dengan jitu atas tudingan itu, “Silahkan buat musik tiga jurus, dan buktikan
karya anda diterima masyarakat!” katanya lantang. Nyatanya, tak
ada yang sanggup melampaui pencapaian Koes Plus. Dominasi Koes Plus atas musik
Indonesia sepanjang dekade 70-an menyurut di era 80-an.
Puncaknya adalah kematian sang inspirator dan motor Koes Plus, Tonny Koeswojo,
pada tahun 1987. Bak anak ayam ditinggal induknya, Koes Plus pun mati suri nyaris satu dekade. Beruntunglah, ada Ais
Suhana (penulis buku ini) selaku penggemar berat Koes Plus sejak tahun 70-an,
yang mengangkat moral anggota Koes Plus tersisa untuk bangkit kembali. Pelan
tapi pasti, roh Koes Plus kembali hadir di panggung hotel-hotel, cafe-cafe dan
beberapa single rekaman. Paling tidak itu cukup sebagai pengingat generasi
berikutnya bahwa Indonesia pernah memiliki grup musik yang serba plus.
Buku karya Ais Suhana ini sangat penting, bukan hanya menguak lika-liku
perjalanan Koes Plus yang tak terungkap sebelumnya. Lebih dari itu, buku ini
menambah khasanah referensi musik nasional yang memang sangat langka.
Pencinta dan Kolektor Musik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar